Persaingan Ketat Ini Dia 5 Merk Ponsel yang Gulung Tikar Dalam 5 Tahun Terakhir

Perusahaan Ponsel Bangkrut

Di dalam industri teknologi dan ponsel, persaingan memang sangat ketat, dan beberapa perusahaan ponsel mungkin mengalami kesulitan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, masih ada merek yang bertahan hingga sekarang dan ada juga yang sudah menarik diri dari pasaran. Jika Anda ingin tahu, ponsel apa yang sudah tidak ada dalam pasaran akibat persaingan ketat, ini dia 5 merk ponsel yang gulung tikar dalam 5 tahun terakhir

Asus ZenFone

Asus ZenFone dikenal dengan produk-produknya yang berfokus pada perangkat keras yang kuat dan harga yang kompetitif. 

Namun, persaingan di pasar ponsel cerdas sangat ketat, terutama dari perusahaan-perusahaan besar seperti Apple, Samsung, Huawei, bahkan Xiaomi.

Menurut laporan dari Technews Taiwan, ASUS telah menutup divisi Zenfone yang bertanggung jawab membuat beberapa ponsel Android kompak terbaik di pasar. Alasannya karena “restrukturisasi internal”. 

Karyawan di divisi Zenfone dipindahkan ke tim ROG Phone dan bagian bisnis lainnya. 

Karena laporan tersebut, membuat khalayak semakin yakain, bahwa ASUS menegaskan, Zenfone 10 akan menjadi ponsel terakhir dalam seri Zenfone. 

Karena tim tersebut sudah lagi ada, jadi sangat kecil kemungkinannya akan ada kelanjutan produksi mengenai penerus smartphone ini. Laporan tersebut mengikuti insiden lain di sekitar Zenfone. 

ASUS juga sudah berhenti memberi izin pembukaan kunci bootloader untuk pemilik smartphone Zenfone. 

ASUS juga telah menghapus firmware Zenfone lama dari situsnya dan ASUS pun tidak lagi menyediakan versi firmware sebelumnya sekadar untuk memastikan pengguna  Zenfone tetap menggunakan firmware yang terbaru. 

Kedua kejadian tersebut tidak secara langsung mengkonfirmasi penutupan divisi Zenfone oleh ASUS. 

Namun mereka menambahkan nilai melihat ke belakang pada laporan tersebut, dan mau tak mau kita bertanya-tanya apakah tulisan tersebut masih terpampang di dinding selama ini.

HTC

HTC (High Tech Computer Corporation) adalah salah satu pemain utama di industri ponsel cerdas pada awal 2010-an, tetapi kemudian merosot dalam persaingan dengan perusahaan besar lainnya. 

Mereka mengalami penurunan penjualan yang signifikan dan merumahkan sebagian besar karyawan mereka.

HTC, pionir ponsel pintar Android dan mantan pemimpin pasar di segmen ponsel pintar, mulai mengalami kemunduran pada pertengahan dekade terakhir, dengan jujur ​​saja membuat keputusan bisnis yang aneh. 

Model ponsel papan atas, yang biasanya tidak meniru sebagian besar produsen perangkat Android, mulai melemah setelah Samsung menyadari bahwa kategori produk ini sangat penting. 

Seri S Samsung mulai mengikis produk andalan HTC karena hanya menawarkan solusi yang lebih logis dengan harga yang kurang lebih sama. 

Belakangan, HTC benar-benar melacurkan tipe terlarisnya, yakni Desire, dengan meluncurkan lusinan perangkat yang lebih murah dengan berbagai tambahan pada nama tersebut. 

Oleh karena itu, di mata banyak pengguna, HTC telah kehilangan reputasinya. Mereka kemudian mulai memproduksi model ponsel dengan berbagai nama baru, namun mereka tidak pernah mencapai popularitas Desire. Sementara itu, Google membeli sebagian bisnis telepon HTC dan mulai memproduksi Pixel.

Beberapa analis percaya bahwa Google dan HTC memainkan permainan ini untuk menyelamatkan perusahaan dari pengambilalihan yang tidak bersahabat oleh raksasa Tiongkok. 

Banyak yang akan mengatakan bahwa supremasi Tiongkok adalah penyebab kegagalan HTC, dan hal ini sebagian benar, karena biaya produksi di Tiongkok daratan jauh lebih rendah dibandingkan di Taiwan, kampung halaman HTC. 

Di sisi lain, HTC juga merakit perangkatnya di daratan Tiongkok, sama seperti pabrikan lain, termasuk Apple, sehingga yang patut disalahkan sudah pasti adalah manajemen perusahaan dan keputusan buruknya. 

LG

LG adalah salah satu pemain besar dalam industri ponsel selama beberapa dekade, tetapi pada April 2021, perusahaan tersebut mengumumkan penutupan divisi ponsel cerdas mereka setelah mengalami kerugian yang berkelanjutan selama bertahun-tahun.

Keputusan LG untuk menghentikan produksi smartphone disebabkan oleh sejumlah faktor yang memengaruhi bisnis ponsel cerdas mereka. 

Beberapa di antaranya adalah:

  1. Kerugian Keuangan yang Berkelanjutan

LG telah mengalami kerugian finansial dalam bisnis ponsel cerdas mereka selama beberapa tahun berturut-turut. 

Mereka kesulitan bersaing di pasar yang sangat ketat dan kompetitif. Penjualan ponsel cerdas LG secara global telah menurun, dan mereka kesulitan menghasilkan keuntungan yang signifikan.

  1. Kurangnya Inovasi Terobosan

LG kesulitan menghasilkan inovasi yang cukup menarik minat konsumen. Mereka tidak memiliki produk terobosan yang dapat bersaing dengan produk-produk dari perusahaan-perusahaan seperti Apple, Samsung, atau perusahaan-perusahaan Tiongkok seperti Huawei dan Xiaomi.

  1. Biaya R&D yang Tinggi

Persaingan di industri ponsel cerdas memerlukan investasi besar dalam penelitian dan pengembangan (R&D). 

LG harus mengeluarkan banyak uang untuk mengembangkan dan memperbarui ponsel mereka, sementara keuntungan yang dihasilkan tidak sebanding.

  1. Pasar yang Terfragmentasi

Pasar ponsel cerdas sangat terfragmentasi dengan banyak pemain yang berkompetisi di berbagai segmen harga dan fitur. 

Hal ini membuat sulit bagi LG untuk mencapai skala ekonomi yang memadai untuk menguntungkan.

  1. Alih Fokus ke Bisnis Lain

LG memutuskan untuk mengalihkan sumber daya dan fokusnya ke bisnis lain yang lebih menguntungkan, seperti elektronik rumah tangga, solusi bisnis, dan teknologi mobil. Keputusan ini lebih sejalan dengan strategi jangka panjang perusahaan.

Pada April 2021, LG secara resmi mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan produksi dan penjualan ponsel cerdas. 

Mereka berencana untuk fokus pada bisnis lain dan akan terus mendukung pelanggan mereka dengan pembaruan perangkat lunak dan layanan purna jual.

Sony Xperia

Sony Mobile, meskipun masih eksis, telah mengalami penurunan signifikan dalam pangsa pasar dan penjualan ponsel cerdas mereka. 

Mereka telah memutuskan untuk fokus lebih pada bisnis kamera dan sensor.

Sony Xperia mengalami penurunan penjualan secara drastis dalam beberapa tahun terakhir karena sejumlah alasan, di antaranya:

  1. Kurangnya Inovasi yang Menonjol

Sony Xperia memiliki reputasi untuk kualitas perangkat keras yang baik, terutama dalam hal kamera dan layar. 

Namun, beberapa kritikus dan konsumen merasa bahwa Sony kurang inovatif dalam hal desain dan fitur tambahan yang membedakan produk mereka dari pesaing. Inovasi yang lebih terbatas dapat mengurangi daya tarik produk mereka.

  1. Keterbatasan Ekosistem

Sony memiliki ekosistem perangkat yang lebih terbatas dibandingkan dengan Apple dan Samsung. 

Kurangnya interkoneksi yang kuat antara produk Sony seperti ponsel, televisi, dan perangkat audio dapat membuat konsumen lebih memilih ekosistem lain.

  1. Strategi Pasar yang Kurang Tepat

Sony Xperia seringkali menargetkan segmen pasar yang lebih premium, tetapi mereka terkadang kesulitan bersaing dengan produk-produk lain yang lebih kuat dalam hal merek dan fitur. 

Keputusan ini bisa membuat Sony kehilangan pangsa pasar di segmen menengah dan bawah, yang seringkali lebih besar.

  1. Kerugian Keuangan

Sony Xperia mengalami kerugian keuangan selama beberapa tahun, yang mengakibatkan pemangkasan biaya, restrukturisasi, dan pemutusan hubungan kerja. 

Ini dapat mempengaruhi kemampuan Sony untuk menginvestasikan sumber daya yang cukup dalam pengembangan dan pemasaran produk ponsel mereka.

  1. Keterlambatan dalam Peluncuran Produk

Terkadang, Sony Xperia terlambat dalam meluncurkan produk terbaru mereka di pasar global. Hal ini dapat menyebabkan konsumen beralih ke produk lain yang sudah lebih dulu hadir dengan fitur terbaru.

Motorola

Motorola mengalami penurunan penjualan smartphone dalam beberapa tahun terakhir. 

Beberapa konsumen dan kritikus telah menganggap bahwa Motorola kurang inovatif dalam hal desain dan fitur dibandingkan dengan pesaingnya. 

Kehilangan daya tarik inovatif dapat membuat konsumen lebih cenderung beralih ke merek lain yang menawarkan fitur dan teknologi terbaru.

Sejumlah pemilik perangkat Motorola telah mengeluh tentang keterlambatan dalam pembaruan perangkat lunak. 

Ini dapat memengaruhi pengalaman pengguna dan membuat konsumen lebih memilih merek lain yang menawarkan pembaruan yang lebih cepat dan konsisten.

Motorola telah mencoba berbagai strategi pasar, termasuk merilis ponsel pintar dengan berbagai harga, dari ponsel pintar yang terjangkau hingga ponsel premium. 

Namun, terkadang strategi ini mungkin tidak cukup fokus atau efektif dalam menghadapi pesaing yang kuat.

Pada satu titik, Motorola mencoba menghidupkan kembali popularitas ponsel lipat dengan perilisan Motorola Razr. 

Namun, ponsel lipat adalah pasar yang masih berkembang, dan permintaan mungkin belum cukup besar untuk mengimbangi biaya pengembangan dan produksi.

Pemilik Motorola, Lenovo, adalah perusahaan teknologi besar yang mungkin telah memprioritaskan bisnis lainnya di atas bisnis ponsel. 

Ini dapat mengakibatkan sumber daya yang lebih sedikit dialokasikan untuk pengembangan produk dan pemasaran di divisi ponsel.